Gangguan
Somatoform
Pengertian
Somatofm
Kata somatoform diambil dari bahasa Yunani soma,
yang berarti “tubuh”. Gangguan Somatoform merupakan suatu kelompok
gangguan yang ditandai oleh keluhan tentang masalah atau simtom fisik yang
tidak dapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik atau dengan kata lain
gangguan ini muncul karena adanya kekhawatiran patologis seseorang terhadap
penampilan atau fungsi tubuhnya, yang biasanya tanpa disertai oleh kondisi
medis yang dapat diidentifikasi. Jadi Gangguan
Somatoform adalah
suatu kelompok gangguan yang meliputi simtom fisik (misalnya : nyeri, mual, dan
pening) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan secara medis.
Berbagai simtom dan
keluhan somatik tersebut cukup serius, sehingga menyebabkan stress emosional
dan gangguan dalam kemampuan penderita untuk berfungsi dalam kehidupan sosial
dan pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan
somatoform mencerminkan
penilaian klinis bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk
keparahan dan durasi gejala.
Gangguan somatoform dijelaskan dalam DSM-IV (American Psychiatric Association (APA),
1994) sebagai adanya gejala fisik yang menunjukkan kondisi medis dasar, tapi
kondisi medis tidak ditemukan sepenuhnya untuk tingkat penurunan
fungsional. Pada diagnosis DSM termasuk gangguan somatisasi, gangguan
konversi, gangguan nyeri, hypochondriasis, dan gangguan dismorfik tubuh, dengan
kondisi terkait termasuk cord
dysfunction, distrofi refleks simpatik, dan nyeri perut berulang.
Gejala
somatik yang umum pada anak-anak didiagnosis jarang. Dalam komunitas sampel 540
anak-anak usia sekolah, Garber, Walker, dan Zeman (1991) menemukan bahwa hanya
1,1% dari anak-anak memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan somatisasi
penuh sesuai dengan kriteria DSM-III-R. Demikian pula, tingkat gangguan
diperkirakan kurang dari 1% dari populasi umum (APA, 1994).
Ciri-ciri
gangguan somatofm, yaitu:
- Kelompok gangguan yang ditandai oleh keluhan tentang masalah atau simtom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik.
- Bukan merupakan Malingering: kepura-puraan simtom yang bertujuan untuk mendapatkan hasil eksternal yang jelas, misalnya menghindari hukuman, mendapatkan pekerjaan, dsb.
- Bukan pula Gangguan Factitious/Gangguan Buatan: gangguan yang ditandai oleh pemalsuan simtom psikis atau fisik yang disengaja tanpa keuntungan yang jelas atau untuk mendapatkan peran sakit.
Macam-Macam dari Gangguan Somatofm
DSM-IV
menyebutkan lima gangguan
somatoform dasar,
yakni: Hypochondriasis, Somatization Disorder, Conversion Disorder, Pain
Disorder, Body Dysmorphic Disorder. Pada masing-masing gangguan, individu
secara patologis mengkhawatirkan penampilan atau fungsi tubuhnya.
1.
HYPOCHONDRIASIS (Hipokondriasis)
Kata
“Hypochondriasis” berasal dari istilah medis lama “hypochondrium”, yang berarti
dibawah tulang rusuk, dan merefleksikan gangguan pada bagian perut yang sering
dikeluhkan pasien hipokondriasis. Pada hipokondriasis ditandai dengan kecemasan
atau ketakutan memiliki penyakit serius. Hipokondriasis merupakan hasil
interpretasi pasien yang tidak realistis dan tidak akurat terhadap gejala
somatik, sehingga menyebabkan ketakutan bahwa mereka memiliki gangguan yang
parah (misalnya: Kanker atau masalah jantung), bahkan meskipun tidak ada
penyebab medis yang ditemukan.
Rasa
takut tetap ada walaupun telah diyakinkan medis bahwa ketakutan itu tidak
berdasar. Pada umumnya pasien hipokondriasis mengalami ketidaknyamanan fisik,
seringkali melibatkan system pencernaan atau campuran rasa sakit dan nyeri.
Selain itu pasien ini juga sangat sensitif terhadap perubahan ringan dalam
sensasi fisik, seperti perubahan dalam detak jantung dan sedikit sakit serta
nyeri. Jadi Hipokondriasis adalah gangguan somatoform yang melibatkan kecemasan
berat seseorang karena adanya keyakinan bahwa dirinya sedang mengalami proses penyakit
tanpa adanya dasar fisik yang jelas.
Ciri-ciri
diagnostik dari hipokondriasis :
1.
Orang
tersebut terpaku pada ketakutan memiliki penyakit serius atau pada keyakinan
bahwa dirinya memiliki penyakit serius. Orang tersebut menginterpretasikan
sensasi tubuh atatu tanda-tanda fisik sebagai bukti dari penyakit fisiknya.
2.
Ketakutan
terhadap suatu penyakit fisik, atau keyakinan memiliki suatu penyakit fisik,
yang tetap ada meski telah diyakinkan secara medis.Keterpakuan tidak hanya pada
intensitas khayalan (orang itu mengenali kemungkinan bahwa ketakutan dan
keyakinan ini terlalu dibesar-besarkan atau tidak mendasar) dan tidak terbatas
pada kekhawatiran pada penampilan.
3.
Keterpakuan
menyebabkan distress emosional yang signifikan atau mengganggu satu atau lebih
area fungsi yang penting, seperti fungsi social atau pekerjaan.
4.
Gangguan
telah bertahan selama 6 bulan atatu lebih.
5.
Keterpakuan
tidak muncul secara eksklusif dalam konteks gangguan mental lain.
2.
SOMATIZATION DISORDER (Gangguan
Somatisasi)
Gangguan
somatisasi, sebelumnya dikenal sebagai sindrom Briquet, yang mengacu pada nama
dokter dari Perancis, Pierre Briquet yang pertama kali menjelaskan gangguan
ini. Gangguan somatisasi adalah suatu tipe gangguan somatoform yang melibatkan
berbagai keluhan yang muncul berulang-ulang, yang tidak dapat dijelaskan oleh
penyebab fisik apapun. Gangguan ini memiliki karakteristik dengan berbagai
keluhan atau gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan secara akurat dengan
menggunakan hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium.
Keluhan-keluhan
yang diutarakan biasanya mencakup system-sistem organ yang berbeda.
Keluhan-keluhan itupun tampak meragukan dan dibesar-besarkan, dan orang itu
sering kali menerima perawatan medis dari sejumlah dokter. Perbedaan gangguan somatisasi
dengan gangguan
somatoform lainnya
adalah banyaknya keluhan dan banyaknya system tubuh yang terpengaruh.
Ciri-ciri
gangguan somatisasi meliputi:
A.
Riwayat banyak keluhan fisik yang mulai muncul sebelum usia 30 tahun, yang
berlangsung selama bertahun-tahun dan menyebabkan individu mencari penanganan
untuk mengatasi masalahnya atau mengalami hendaya signifikan dibidang-bidang
yang dianggap penting.
B. Menunjukkan
gejala-gejala sebagai berikut:(1) Empat gejala fisik (nyeri) pada lokasi
berbeda (misalnya kepala,pundak,lutut,kaki); (2) dua gejala gastrointestinal
yang tidak menimbulkan nyeri (misalnya mual, diare, kembung); (3) satu gejala
seksual (misalnya pendarahan menstruasi yang sangat banyak, disfungsi ereksi);
(4) satu gejala pseudoneurologis (misalnya penglihatan ganda,gangguan
koordinasi atatu keseimbangan, sulit menelan).
C.Keluhan-keluhan
fisik tidak dapat dijelaskan sepenuhnya berdasarkan kondisi medis secara umum
atau berdasarkan efek substansi tertentu (misalnya efek obat atau penyalah
gunaan obat) atau bila ada kondisi medis secara umum, keluhan fisik atau
hendayanya melebihi perkiraan untuk kondisi medis tersebut.
D.Keluhan
atau daya ingat tidak dibuat secara sengaja atau pura-pura.
3.
CONVERSION DISORDER (Gangguan
Konversi)
Gangguan
konversi adalah mal-fungsi fisik, seperti kebutaan atau kelumpuhan yang
mengesankan adanya kerusakan neurologis, tetapi tidak ada patologi organik yang
menyebabkan. Pada gangguan ini dicirikan oleh suatu perubahan besar dalam
fungsi fisik atau hilangnya fungsi fisik, meski tidak ada temuan medis atau
neurologi yang dapat ditemukan sebagai simtom atau kemunduran fisik tersebut.
Gejala somatik ini biasanya timbul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan.
Gangguan
konversi dinamakan demikian karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa
gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energy seksual
atau agresif yang direpresikan ke simtom fisik. Pada masa lampau, konversi ini
dikenal dengan istilah hysteria.
Gangguan
ini biasanya mulai pada masa remaja atau dewasa muda, terutama setelah mereka
mengalami stress dalam kehidupan. Prevalensinya sekitar 22 orang per 100.000
penduduk, dengan penderita perempuan 2 kali lebih banyak dibandingkan
laki-laki.
Ciri-ciri
Diagnostik dari Gangguan Konveksi :
a. Paling
tidak terdapat satu simtom atau defisit yang melibatkan fungsi motoriknya atau fungsi sensoris yang menunjukkan adanya
gangguan fisik
b. Faktor
psikologis dinilai berhubungan dengan gangguan tersebut karena onset atau
kambuhnya simtom fisik terkait dengan munculnya stresor psikososial atau
situasi konflik.
c. Orang
tersebut tidak dengan sengaja menciptakan simtom fisik tersebut atau
berpura-pura memilikinya dengan tujuan tertentu.
d. Simtom
tidak dapat dijelaskan sebagai suatu ritual budaya atau pola respons, juga
tidak dapat dijelaskan dengan gangguan fisik apapun melalui landasan pengujian
yang tepat
e. Simtom
menyebabkan distres emosional yang berarti, hendaya dalam satu atau lebih area
fungsi, seperti fungsi sosial atau pekerjaan, atau cukup untuk menjamin
perhatian medis.
f. Simtom
tidak terbatas pada keluhan nyeri atau masalah pada fungsi seksual, juga tidak
dapat disebabkan oleh gangguan mental lain.
Freud mengemukakan bahwa terdapat empat
proses dasar dalam pembentukan gangguan konveksi :
a. Individu
mengalami peristiwa traumatik, hal ini oleh Freud dianggap awal munculnya
beberapa konflik yang tidak diterima dan disadari.
b. Konflik
dan kecemasan yang dihasilkan tidak dapat diterima oleh ego, terjadi proses
represi (membuat hal ini tidak disadari).
c. Kecemasan
semakin meningkat dan mengancam untuk muncul ke kesadaran, sehingga orang
tersebut dengan cara tertentu “mengkonversikannya” ke dalam simtom fisik. Hal
ini mengurangi tekanan bahwa ia harus mengatasi langsung konfliknya disebut
primary gain (peristiwa yang dianggap member imbalan primer dan mempertahankan
simtom konversi).
d. Individu
memperoleh perhatian dan simpati yang besar dari orang-orang di sekitarnya dan
mungkin juga dapat melarikan diri atau menghindar dari tugas atau situasi
tertentu terdapat pula secondary gain.
4.
PAIN DISORDER (Gangguan Nyeri)
Pain
disorder atau Gangguan nyeri adalah ganguan somatoform yang memiliki fitur
nyeri riil tetapi baik onset, tingkat keparahan, maupun persistensinya banyak
ditentukan oleh faktor-faktor psikologis. Gangguan nyeri ini biasanya pada satu
tempat atau lebih, yang tidak dapat dijelaskan secara medis maupun neurologis.
Simtom ini menimbulkan stress emosional ataupun gangguan fungsional sehingga
berkaitan dengan faktor psikologis. Keluhan dirasakan pasien berfluktuasi
intensitasnya, dan sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi, kognisi, atensi, dan
situasi sehingga faktor psikologis mempengaruhi kemunculan,bertahannya, dan
tingkat keparahan gangguan.
Ciri-ciri
gangguan nyeri meliputi:
- Adanya
nyeri/rasa sakit serius di satu lokasi antomis atau lebih
- Nyeri
itu menyebabkan distres yang signifikan
secara klinis.
- Faktor-faktor
psikologis di nilai berperan pokok dalam onset, tingkat keparahan, keadaan yang
memburuk, atau persistensi nyeri.
- Nyeri
itu bukan pura-pura atau sengaja dibuat.
5.
BODY DYSMORPHIC DISORDER (Gangguan
Dismorfik Tubuh)
Gangguan
dismorfik tubuh adalah gangguan yang memiliki preokupasi disroptif pada
kekurangan yang dibayangkan terdapat pada penampilan seseorang (imagined
ugliness). Artinya dimana seseorang memiliki preokupasi dengan kecacatan tubuh
yang tidak nyata (misalnya hidung yang dirasakan kurang mancung), atau keluhan
yang berlebihan tentang kekurangan tubuh yang minimal atau kecil. Orang pada
gangguan dismorfik tubuh terpaku pada kekurangan fisik yang dibayangkan atau
dibesar-besarkan dalam hal penampilan mereka. Mereka dapat menghabiskan waktu
berjam-jam untuk memeriksakan diri di depan cermin dan mengambil tindakan yang
ekstrem untuk mencoba memperbaiki kerusakan yang dipersepsikan, bahkan
menjalani operasi plastik yang tidak dibutuhkan. Pada gangguan ini faktor
subjektivitas berperan penting. Penyebab gangguan hingga saat ini belum dapat
diketahui dengan pasti. Namun diperkirakan terdapat hubunganhubungan antara
gangguan dengan pengaruh budaya atau sosial, dengan adanya konsep stereotip
tentang kecantikan.
PENANGANAN
GANGGUAN SOMATOFORM
- Penanganan biasanya melibatkan terapi psikodinamika atau kognitif-behavioral yang bertujuan untuk mengubah pemikiran pesimistis.
- Penanganan Biomedis yakni penggunaan anti depresan yang terbatas dalam menangani hipokondreasis.
- Terapi kognitif Behavioral dapat berfungsi pada menghilangkan sumber-sumber reinforcement sekunder( keuntungan sekunder), memperbaiki perkembangan keterampilan coping untuk mengatasi stress dan memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsi mengenai kesehatan atau penampilan seeorang
- Terapi psikodinamika atau yang berorientasi terhadap pemahaman dapat ditujukan untuk mengidentifikasi dan mengenali konflik-konflik yang mendasarinya.
DAFTAR
PUSTAKA
V. Mark Durank & Dvid H.Barlow.2006.Psikologi Abnormal.
Jilid 1 dan 2.Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Nevid S.Jeffrey dkk. 2005. Psikologi Abnormal.
Jakarta: PT.Gelora Aksara
Tomb, David. A. 2000. Psikiatri Edisi 6. Jakarta:
EGC
Faruq
dalam http://faruqngabar.wordpress.com/2011/10/08/gangguan-somatofm/ diakses
pada tanggal 20/04/12
Yayudinaul
dalam www.scribd.com/mobile di akses pada tanggal 19/04/2012