Tanggapan saya terhadap film ini yaitu
sangat bagus karena mengangkat cerita budaya Makassar, dimana budaya Bugis-Makassar
yang masih sangat kental, walaupun dari segi bahasa (logat) masih kurang pas
karena dimana sebagian pemerannya bukan berasal dari Makassar Asli melainkan
dari Jawa sehingga logatnya yang membuat penonton biasa tertawa karena lucu dan masih
sangat kasar.
Film Badik Titipan Ayahini bercerita tentang budaya Bugis-Makassar khususnya budaya Bira, dimana
sebuah keluarga karaeng (bangsawan) yang sangat menjunjung tinggi nilai budaya
dengan mempertahankan harga dirinya. Pada suatu hari yang tak terduga dan
membuat keluarga Karaeng Tiro (Aspar Paturusi)
sangat malu di mata masyarkat karena anak perempuannya Andi Tenri (Tika
Bravani) kawin lari dengan Firman (Guntara)anak dari Karaeng Parapa (A. Asrudin
Paturu) yang sekaligus musuh dari ayah Tenri.
Tenri terpaksa mengambil jalan
pintas bersama Firman dengan kawin lari (silariang) karena dia sudah tahu bahwa
walaupun Firman melamarnya maka akan di tolak dari keluarganya karena dendam
lama, permasalahan semakin rumit ketika orang tua Tenri sudah mengetahui bahwa
ia telah kawin lari, maka dengan cara terpaksa Karaeng Tiro yang sudah tidak
kuat lagi dan sudah tua membuatnya untuk menghubungi anak sulungnya yaitu Andi
Aso (Reza Rahardian) untuk menyelesaikan masalah tersebut dan di bantu dengan
Limpo (Ilham Anwar).
Perasaan Aso bercampur aduk antara
marah, pusing dan terharu. Disisi lain Dia harus menyelesaikan Skripsi dan juga
mencari adiknya yaitu Tenri. Sebagai anak yang patuh dengan orang tua Aso lebih
memilih amanah dari orang tua yaitu Badik (Keris) yang telah titipkan dari
Ayahnya. Maka ia pun mencari Firman untuk dibunuh karena dianggap telah
mencemarkan nama baik keluarga besarnya.
Berbagai cara yang dilakukan oleh
Aso untuk mencari keberadaan Firman bersama Tenri, mulai dari bantuan warga,
keluarga terdekat sampai dengan teman-temannya tapi hasilnya mustahil, tapi tak
membuatnya berputus asa begitu saja. Begitupun dengan Karaeng Caya (Widyawati)
yang sangat sedih melihat anaknya seperti itu tapi tak menyurutkan niatnya
untuk menyuruh Aso mencari adiknya.
Di tengah hiruk-pikuk berita yang
sudah tersebar di kalangan masyarakat Bira maka membuat Karaeng Tiro semakin
terpukul dan jatuh sakit. Karaeng Tiro tidak dapat menahan emosinya ketika
seorang warga bertanya tentang keberadaan Andi Tenri sehingga membuat ia sangat
marah dan jengkel, dan pada saat itu keadaanya semakin buruk dan langsung
meninggal.
Tenri sangat bahagia ketika proses
persalinannya lancar, begitupun yang dirasakan oleh Firman karena sudah
berstatus menjadi seorang ayah, tapi ketika mendengar berita dari Chandra
(Edwin Kurniawan) detektif Tenri yang juga teman satu kampus dari Aso maka
Tenri pun semakin merasa bersalah dan ia pun mengambil keputusan untuk harus pulang ke kampung halamannya
(Bira) walaupun resiko besar itu harus di tanggungnya karena ia harus
mempertaruhkan nyawa dan suaminya karena sudah melanggar adat yaitu kawin lari.
Masyarakat Bira berkabung karena
karaeng Tiro meninggal dunia dan pada hari itu pun semua kelurga besar
berkumpul. Pada saat Tenri bersama Firman dan anaknya sudah pulang dari
Makassar maka Aso dan Limpo yang melihatnya langsung marah dan ingin membunuh
mereka berdua dengan menikam Badik tapi amarah Aso mulai redam kerika ibunya
menasehati mereka untuk tidak saling dendam. Tapi karena Badik sudah terlanjur
keluar dari sarungnya maka Limpo pun menikam pahanya sebagai pertanda bahwa
harus ada darah yang tertumpah pada hari itu juga.
Sebagai ibu yang bertanggung jawab
maka Karaeng Caya pun tegar menghadapi kematian suaminya karaeng Tiro dan
mempersatukan kembali keluarga mereka yang sudah retak, karena baginya keluarga
adalah segalanya.
Pesan yang ingin disampaikan pada
film ini yaitu kawin lari (silariang) itu sangat di benci oleh warga Makassar
walaupun pada akhirnya akan disetujui tapi image dari keluarga itu sudah luntur
di mata masyarakatkarena sudah melanggar adat yang resikonya sangat berat
Dari film Badik Titipan Ayah ini
hal yang paling menarik adalah ketika keberadaan Tenri dan Firman sudah di
ketahui oleh Aso dan Limpo karena meraka saling kejar-mengejar dan di tengah
pengejaran oleh Aso dan Limpo dengan mengendarai motor maka pada saat lampu
merah mereka disapa oleh perempuan paruh bayah yang genit di atas mobil
kendaraan umum. Padahal Firman dan Tenri ada di dalam mobil tersebut hanya
mereka bersembunyi dengan cara menunduk. Maka Aso dan limpo yang tidak tahan
dan geli dengan godaan wanita paruh bayah tersebut mereka langsung kabur dan
mereka pun gagal menemukan Tenri.
N.B: Tugas ini berkaitan dengan Psikologi Lintas Budaya, Dimana review film ini di komentari berdasarkan dengan masing-masing asal daerah dan penulis sendiri berasal dari Kabupaten Bantaeng, yang letaknya kurang lebih 140 Km dari Kota Makassar.
SALAM SUKSEEEEEESSSS BAGI PENGUNJUNG YANG SEMPAT MEMBACA TULISAN INI :-)
N.B: Tugas ini berkaitan dengan Psikologi Lintas Budaya, Dimana review film ini di komentari berdasarkan dengan masing-masing asal daerah dan penulis sendiri berasal dari Kabupaten Bantaeng, yang letaknya kurang lebih 140 Km dari Kota Makassar.
SALAM SUKSEEEEEESSSS BAGI PENGUNJUNG YANG SEMPAT MEMBACA TULISAN INI :-)
4 comments:
Nice (y) kuliahnya dimana kak?
Mw nanya nama badik yg bnar ilasandrego atau bilasandrego ? Tlong jwbmx
i la sanrego yg di ceritakan merupakan badik bertuah dan diturunkan dari generasi ke generasi.
Kebetulan saya juga dapat tugas mengkaji film ini dari matakuliah Estetika. Karena kebetulan dosen saya dari solo, dan tidak tahu menahu tentang org bugis-makassar. jadi saya tertarik mngangkat film ini untuk dikaji setidaknya dapat menambah pengalaman untuk dosen saya.
terima kasih untuk infonya,,
salam kenal, saya dari Institut Seni Budaya Indonesia Jurusan TV & Film.
Terima Kasih untuk referensinya :)
Post a Comment